Cerita Dewasa – Vivi Negosiator Ulung
- Home
- Cerita Sex
- Cerita Dewasa – Vivi Negosiator Ulung
– Pada awal tahun 97, aku mendapat tugas kantor ke Singapura selama 4 hari untuk beberapa pekerjaan, aku tiba pada hari Senin sore dan pekerjaanku akan dimulai pada hari Selasa.
Aku tinggal di Westin Plaza, hotel paling tinggi, kalau tidak salah berlantai 72, sekarang namanya Swiss Hotel.
Kebetulan kamar dengan King Bed Size yang aku pesan sudah habis dan karena aku sering menginap di hotel tersebut, front office memberi free upgrade ke Junior Suite yang terdiri dari sebuah ruang tidur dan sebuah ruang pertemuan dengan satu set sofa dan meja makan yang terletak di lantai 66.
Dari jendela kamar tersebut dapat terlihat pulau Batam. Terdapat pintu yang dapat dibuka dengan sebuah balkon di luarnya.
Saat melihat ke bawah dari balkon tersebut, mobil-mobil di bawah tampak seperti layaknya mainan Matchbox.
Malam harinya setelah aku jalan jalan sebentar di pertokoan di bawah hotel, setelah makan seadanya di food court, aku kembali ke hotel untuk mempersiapkan pekerjaan besok harinya.
Dalam kesendirian di kamar sebesar itu, pikiranku melayang, terlalu sayang kamar ini kubiarkan hanya untuk aku sendirian.
Esoknya, aku berangkat ke daerah Scott Road untuk memulai pekerjaanku. Aku naik MRT dari City Hall melewati 2 stasiun untuk turun di Stasiun Orchard.
Sorenya waktu aku pulang ke hotel, saat pintu MRT menutup di Sommerset, aku melihat Nini baru turun dari eskalator menuju ke arah kereta yang aku tumpangi, tapi dia tidak sempat karena pintu kereta keburu menutup otomatis dan berjalan.
Hmm Nini ada di sini, dimana dia tinggal? Di stasiun berikut aku turun lalu kutunggu kereta berikutnya dan aku naik, aku telusuri untuk mencari Nini, tapi tidak kutemukan hingga di stasiun berikutnya aku sudah harus turun.
Aku telepon ke rumahnya untuk memastikan. Penjaga rumahnya yang sudah mengenalku mengatakan bahwa Nini sedang ke luar negeri.
Hhmm.. Benar, Nini ada di Singapura. Kutelepon HP-nya, kudengar nada sambung khas Singapura, tapi tidak diangkat. Saat itu belum jamannya SMS. Akhirnya aku lupakan saja.
Seperti biasa setiap kali aku ke Singapura, aku selalu mengunjungi bar yang berlokasi di basement Hyatt, Scott Road.
Siangnya aku janjian dulu dengan Andre temanku asal Jakarta yang sudah pindah ke Singapura. Jam 8 aku tiba di sana, masih sepi, Andre sudah menunggu.
Menjelang jam 10, bar itu sudah penuh, hampir seluruh kursi terisi dan banyak yang berdiri.
Banyak wanita asal Indonesia dan Thai dengan dandanan seronok mencari mangsa di sana.
Aku berdua dengan Andre tidak mempedulikan mereka karena aku tidak pernah tertarik pada wanita-wanita seperti mereka.
Di tengah keremangan, aku berjalan menuju toilet. Ketika sedang berdesakan mencari jalan, terasa penisku ada yang meraba, aku acuh saja, paling-paling salah satu wanita pencari mangsa itu.
Saat aku ingin melanjutkan ke toilet, tiba tiba rabaan tadi berubah menjadi remasan, aku berpaling melihat si empunya tangan, begitu aku menolehkan kepalaku, sebuah bibir hinggap di pipiku, langsung aku mundur untuk melihat siapa dia..
“Deasy.. Ternyata lu toh.. Lagi di sini” ujarku surprise.
Deasy, 24 th, 165/50/34C, seorang pramugari adalah sepupu Nini yang sangat erat, hubungan mereka seperti 2 orang sahabat yang saling berbagi apa pun termasuk aku.
Hanya sekali aku bercinta dengan Deasy di kamar Nini, ketika itu aku sedang berkunjung ke rumah Nini, Deasy sedang berada di sana.
Nini memperkenalkan aku pada Deasy, beberapa saat kemudian Nini harus pergi, jadi aku berdua dengan Deasy di rumahnya yang besar itu. Sebelum pergi Nini berbisik..
“Kalau kamu tertarik, silakan pakai kamarku, she is an easy going girl”.
Singkat cerita akhirnya aku bercinta dengan Deasy di kamar Nini, di atas ranjangnya.
Belakangan baru aku tahu, ternyata kejadian itu adalah rencana Nini. Karena Deasy ingin merasakan bercinta dengan aku setelah mendengar cerita Nini.
Sebagai seorang pramugari sebuah penerbangan nasional yang memiliki jalur ke luar negeri, Hyatt memang dipilih untuk tempat tinggal crew bila harus menginap di Singapura.
Deasy bersama beberapa kawannya sesama pramugari sedang bersantai di tempat itu. Pikiranku langsung pada kamarku yang besar itu.
“Jam berapa lu take off lagi besok?” tanyaku to the point.
“Malam ke Amsterdam, lu sendiri ngapain di sini? Lama kita nggak ketemu ya” katanya.
“Agak sibuk, gua ada kerjaan di sini. Eh.. Masih suka ketemu Nini?” tanyaku.
“Sering dong, gua denger dia ke Singapore kemarin, sama lu nggak?” tanyanya lagi. Hhmm, berarti benar Nini ada di Singapore, tapi dimana dia?
“Nggak tuh, rasanya gua liat dia tadi pagi di Stasiun MRT, tapi kereta gua keburu berangkat. Sama siapa dia pergi?” tanyaku.
“Cemburu nih, gua nggak tau sama siapa, dia nggak pernah bilang sama siapanya kalau pergi” jawabnya.
“Sekarang lu sama siapa, bawa cewe nggak? Tinggal dimana” tanyanya lagi.
“Westin, sendiri, sekarang lagi sama Andre temanku, dia tinggal di sini, yuk aku kenalin, orangnya OK kok, kaya gua” ajakku.
“Apanya yang kaya lu” Deasy berbisik di telingaku penuh arti.
“Yang pasti bukan kontolnya, soalnya gua belum pernah pake dia, ntar kalo lu udah pake dia, tolong kasi tahu sama gua ya, siapa punya yang lebih enak” godaku sambil tertawa.
Deasy pamit pada temannya lalu kugandeng dia bertemu Andre. Mereka berkenalan dan kami mengobrol kesana kemari sambil minum.
“Lu tidur sama siapa malam ini, sama captain nggak?” tanyaku menggoda.
“Weei, enak aja, tuh sama yang tadi di sebelahku, teman seangkatan” jawabnya.
“Jadi bisa tolong tidurin gua dong malam ini, kamar gua terlalu besar buat sendirian” ujarku sambil tanganku mengelus pahanya di bawah meja.
“He he he, untung lu ngajak duluan, kalau nggak, gua yang maksa ikut lu, udah lama nih nggak ngerasain lu punya, ntar ya gua bilang teman-teman dulu” katanya sambil meraba penisku sebelum pergi menemui teman temannya.
“Teman teman bilang ‘silakan’, kalo enak bilang-bilang, mereka juga mau. Gua bilang ‘jaminan mutu’” katanya saat kembali.
“Kalau teman lu lagi butuh cowo, nih ada yang nganggur” aku menunjuk Andre.
Deasy memanggil teman-temannya dan diperkenalkan pada Andre. Aku dan Deasy meninggalkan tempat itu lalu dengan taxi menuju Westin pada jam 12 malam.
Setiba di lift, aku tekan 66. Kami hanya berdua. Melihat itu, Deasy langsung menyodorkan bibirnya minta kucium.
Kami berciuman saling melepaskan kerinduan karena lama tak bertemu.
Lidahnya memasuki mulutku mencari lidahku, menyapu bagian atas dan bawah rongga mulutku sambil tangannya meremas-remas penisku.
Setiba di kamar, Deasy langsung mendorongku ke balik pintu dan menyerangku dengan ganasnya, bibir dan lidahnya menari-nari dan menjilati seluruh leherku, tangannya membuka kausku lewat atas lalu putingku habis diciuminya sementara tangannya tergesa-gesa membuka celana panjangku hingga tinggal CD yang melekat di tubuhku.
Sambil bibir dan lidahnya terus bergerilya di tubuhku, tangannya menarik CD-ku turun dan langsung menggenggam dan mengocok penisku.
“Hhmm.. Kontol kaya gini yang bikin ketagihan tau”, katanya sambil berjongkok.
Langsung tanpa basa basi, dimasukannya penisku ke dalam mulutnya dan dikocoknya keras-keras sambil ujung lidahnya bermain di kepala penisku.
Lalu diangkatnya kakiku dan diletakkan di pundaknya. Lidahnya menjalar di selangkanganku sampai anusku tidak ketinggalan dijilatinya juga.
Penisku kembali berada di dalam mulutnya dan jarinya ditusukkan ke dalam anusku. Aku hanya bisa mendesah keenakan.
Mendengar desahan itu, Deasy semakin bersemangat hingga mempererat jepitan bibirnya dan mendorong kepala sedalam-dalamnya sampai hampir seluruh penisku masuk ke dalam mulutnya dan memaju mundurkan kepalanya.
Sekitar 10 menit kemudian, aku merasa ada dorongan sperma yang keluar dari penisku, menyemprot di dalam mulut Deasy sekitar 5-6 kedutan.
Deasy menelan semuanya lalu menjilati penisku sampai bersih dan lalu berdiri menciumku.
“Gila lu Des, nggak sampe 10 menit, laper banget ya, udah berapa lama mulut lu nggak kena kontol” aku berkata vulgar.
“Kalau kontol yang kaya lu punya sih.., ya udah lama” katanya.
“Jadi kena kontol lain sering dong” kataku menggoda.
“Yaah, biasalah, namanya kebutuhan he he he.., sekarang gua pengen coba lidah lu ya” kata Deasy sambil membuka pakaiannya sampai telanjang bulat.
Tiba tiba aku ada ide. Aku matikan semua lampu di kamar, aku buka seluruh gorden ke arah luar, lalu aku buka pintu keluar ke balkon.
Kuajak Deasy dalam keadaan telanjang bulat seperti aku menuju balkon. Pemandangan lampu-lampu sekitar Singapura sedemikian indahnya.
Deasy memegang pinggiran balkon dan aku peluk dari belakang di perutnya, perlahan tanganku naik menuju buah dadanya yang berukuran 34C, kuremas remas dan kupermainkan putingnya, kujilat belakang lehernya lalu punggungnya.
Deasy menolehkan kepalanya, kusambar bibirnya dan kami berciuman. Dengan tidak adanya gedung lain di sekeliling kami yang berdekatan membuat suasana lebih menggairahkan.
Perlahan aku berjongkok, kujilati dari pinggang melewati garis pantatnya, sedikit mengenai vaginanya lalu lidahku kuturunkan menuju paha dan betisnya.
Aku balik lagi mendaki menuju selangkangannya dan mulai mencari vaginanya.
Deasy semakin menungging dan membuka kakinya lebar-lebar memberi jalan pada lidahku untuk mencapai liangnya.
Kujulurkan lidahku ke dalam liang vaginanya, dengan posisi itu otomatis hidungku tepat menempel di anusnya, tapi aku teruskan mengorek-ngorek vaginanya dengan lidahku.
“Aac.. Yeess.. Ennaannkk Viirr, teeruus Viirr” Deasy berteriak di alam terbuka sekencang kencangnya. Tidak akan ada yang mendengar atau melihat kecuali pakai teropong tentunya.
Bentuk badan Deasy sudah menekuk 90 derajat hingga buah dadanya menempel pada reiling balkon, kedua tangannya sekarang menjulur ke belakang dan membuka belahan pantatnya.
Hhmm.. Tak akan pernah kutolak apa yang disodorkan oleh Deasy, aku tahu apa yang harus aku lakukan, karena ini memang kegemaranku.
Kujulurkan lidahku mencari anusnya, lalu kumasukkan 2 jariku ke dalam vaginanya. Deasy membuka belahan pantatnya semakin lebar sehingga memudahkan lidahku untuk bergerilya di anusnya.
Kocolok-colok, kumasukkan ujung lidahku dan kuputar di dalam lubang anusnya beberapa kali. Terasa kontraksi vagina Deasy di tanganku dan Deasy berteriak..
“Viir.. Gua.. Keluar viirr..” teriaknya. Terasa kontraksi vagina Deasy di jariku yang tertanam di situ dan Deasy menggelengkan kepalanya berkali-kali sampai akhirnya lunglai tubuhnya lemas terduduk menimpaku di balkon tersebut.
“Gila lu ya, makin jago aja lidah lu, padahal baru beberapa bulan nggak ketemu, pantesan Nini nempel terus sama lu” katanya.
Aku tarik Deasy menuju ranjang, lalu kami tiduran beristirahat sambil menonton TV. Perlahan kukecup kening Deasy dan tangan Deasy merayap ke arah penisku yang masih lemas.
Deasy meletakkan kepalanya di perutku menghadap ke arah TV. Otomatis penisku ada di depan matanya.
Sambil menonton dijilat-jilatnya ujung sampai lingkaran kepala penisku.
Dengan cara menjilat dan menghisap diselingi dengan gigitan kecil, perlahan-lahan penisku membesar dan mengeras di dalam mulutnya.
“Viir..,.. Masukin ya.. Gua pengen ngerasain kontol lu di vagina gua” bisiknya.
“Lu mau di atas atau di bawah?” jawabku.
“Gua di atas dulu” jawabnya sambil langsung naik ke atas tubuhku.
Diarahkannya penisku ke lubang vaginanya.
Setelah menempel, Deasy menggoyang pantatnya agar kepala penisku membelah vaginanya, lalu perlahan penisku masuk ke dalam vaginanya semakin dalam.
“Ooch..,.. Viirr.. Ennaak.. Penuh amat rasanya..” desahnya.
Deasy menekan vaginanya pada penisku sedalam-dalamnya hingga terasa ujung penisku mentok di dalam vaginanya dan kuberi kedutan.
Deasy mengerang lalu memutar pinggulnya pelan makin lama makin cepat. Aku pun menaik turunkan pinggulku seirama dengan putaran pinggulnya.
Tak lama Deasy berteriak histeris dan terasa vaginanya semakin licin, pertanda bahwa orgasmenya telah tiba.
Kulepaskan penisku lalu kubalikkan badannya.
Deasy mengerti maksudnya, dengan bertumpu di atas lututnya, kepalanya diletakkan di atas bantal dan tangannya menjulur ke belakang membuka belahan pantatnya seperti yang dilakukannya tadi di balkon
“Viir.. Lagi dong, gua pengen ngerasain lidah lu lagi..” erangnya.
Kembali Deasy memberi hidangan kegemaranku.
Aku berlutut di belakangnya, kupegang pantatnya menggantikan tangannya, lalu mulai kujilat anusnya, kukorek keras dan kutusukkan lidahku dalam-dalam.
Deasy menjerit-jerit keenakan, jarinya dimasukkan ke vaginanya dan dikocoknya dengan cepat.
“Aach Viir.. Viir.. Cepat masukin kontol lu Viirr..” pintanya.
Tanpa basa basi, aku berlutut dan menusukkan penisku ke dalam vaginanya, aku hentakkan dengan keras dan langsung kugenjot dengan cepat.
Deasy meraung-raung di kamar itu. Kuletakkan bantal di perutnya dan kutekan pantatnya sampai Deasy tertelungkup dan pantatnya terganjal bantal, kuluruskan kakinya rapat sehingga penisku terjepit di antara pahanya dan keluar masuk vaginanya.
Kutaruh tanganku di pundaknya sebagai pegangan dan kumaju mundurkan pantatku sehingga penisku keluar masuk vaginanya dari belakang dan mengenai G-spotnya.
Makin lama gerakanku makin cepat hingga maksimal. Deasy kembali berteriak keenakan sambil tangannya meremas apa saja yang dapat dipengangnya.
Gerakanku makin cepat, kudorong sedalam-dalamnya hingga keringat bercucuran di punggung Deasy.
Akhirnya kucapai orgasmeku di vaginanya.
Kutekan penisku sedalam-dalamnya dan kudiamkan sambil kusemburkan spermaku beberapa kali, setiap kali menyembur, penisku makin keras dan membesar, sehingga Deasy pun merintih..
“Gila viir.. Oocchh.. Viirr.. Aacchh.. Gua keluar lagi nichh..”
Jam 4 pagi kami tertidur dalam keadaan telanjang bulat.
Saat terbangun jam 10 pagi, sekali lagi kami menumpahkan nafsu birahi di kamar itu sebelum Deasy kembali ke Hyatt dan aku beristirahat untuk pertemuan sorenya.
Sorenya saat aku harus menghadiri pertemuan dalam rangka negosiasi harga untuk barang telekomunikasi yang akan dibeli oleh perusahaanku dari salah satu supplier dari Amerika.
Pertemuan diadakan di ruang meeting di hotel Mandarin dan dihadiri oleh suatu perusahaan Indonesia sebagai distributornya.
Aku tiba pukul 16:55, masih 5 menit lebih awal bersama manager perencanaan yang baru datang siangnya dari Jakarta.
Saat aku masuk, di dalam ruangan sudah ada VP Sales dari perusahaan Amerika itu dengan Sales Managernya, Anthony, Direktur perusahaan distributor mereka di Indonesia beserta Account Managernya. Aku telah mengenal mereka semua.
Aku mengambil tempat duduk menghadap ke pintu bersebelahan dengan managerku. Setelah berjabatan tangan dan mengobrol basa basi, negosiasi segera dimulai.
Pada saat aku sedang membacakan dokumen, pintu terbuka, aku mengangkat wajahku.
Di depan pintu berdiri seorang wanita yang kalau tidak dalam suasana formal dapat membuatku meloncat dari kursi yang aku duduki.
Nini berdiri di sana juga dengan wajah kaget melihatku, tapi segera situasi dapat kami kuasai.
Dengan cepat Nini memasang telunjuknya di depan bibirnya, aku mengerti. Nini menghampiri sang direktur sambil memberikan sebundel dokumen.
Lalu Nini diperkenalkan sebagai PR di perusahaan distributor itu. Tempat duduk di meja berbentuk bundar itu tinggal satu yang kosong dan Nini duduk di sana, di sebelah kiriku.
Penampilannya sangat menarik dengan blazer warna cerah dengan kemeja warna gelap di dalamnya dan rok ketat di atas lutut sedikit.
Dimulai dengan penjelasanku mengenai final design dari system yang dibutuhkan, lalu pihak Amerika menerangkan kelebihan kelebihan produknya.
Lalu si distributor mulai membahas aspek komersial, tampak Nini mengambil bagian pembicaraan dalam aspek ini.
Selama mendengarkan, aku mencatat di kertas notes kecil yang aku bawa dari kamar hotel, tercetak hotel Westin Plaza di kertas itu.
Tak terasa sudah jam 7, kami break untuk dinner dan dilanjutkan jam 8:30 malam di tempat yang sama, bersama-sama kami pergi ke sebuah restoran chineese food dekat dengan Mandarin lalu kembali ke ruang meeting.
Saat makan, Nini mengajakku mengobrol santai dan dengan anggunnya bersikap sangat profesional dan dapat menyembunyikan bahwa dia telah mengenal aku luar dalam.
Tak ada tanda-tanda dan kode-kode bahwa Nini ingin bertemu berdua atau rindu atau yang lainnya seperti halnya Deasy kemarin.
Padahal aku sudah membayangkan bahwa Nini akan menemani aku malam ini di kamar yang besar itu
Setelah aku dapat memperlihatkan bahwa produk mereka bukan yang terbaik karena ada produk saingan yang lebih baik dari segi feature, walaupun feature tersebut tidak aku butuhkan, tapi sebagai kartu truf negosiasi kusampaikan hal itu.
Lalu kusampaikan pula perkiraan harga yang dapat aku terima yang masih jauh dengan harga penawaran mereka, berbeda sekitar 20%.
Aku kembali ke hotel jam 22:30, sangat lelah dan langsung mandi serta tiduran sambil menonton TV.
Tiba tiba telepon berdering..
“Good Evening Mr. Mahendra, I have a lady in front of me, her name is Nini, would like to met you” seorang resepsionis wanita berkata di telepon. Haah, aku kegirangan, tapi tak kuperlihatkan.
“Ok, thank you, can you ask her if she willing to come up or should I go down” kataku di telepon. Terdengar si resepsionis berbicara denan Nini.
“She said, if you don’t mind, she prefer to met you there” katanya lagi.
“OK, can you ask somebody to escort her to my room”
“Definitely sir” katanya. Terdengar dia memanggil seseorang lalu terdengar dia berkata pada Nini..
“You may follow him, madame” sesaat kemudian dia berkata lagi..
“She is on her way. By the way, she is very pretty sir, good night and thank you” katanya.
Dua menit kemudian terdengar pintu diketuk, terlihat Nini diantar oleh petugas concierge.
Setelah pintu kututup, Nini hanya mengecup pipiku lalu berjalan dengan anggunnya menuju sofa dan duduk di sana lalu menyalakan Marlboro putihnya, pakaiannya sudah berganti, celana panjang dan kaus ditutupi jacket kulit.
“Bagaimana kamu tahu aku tinggal di sini?” tanyaku.
“Tadi kamu pakai kertas catatan dari Westin, aku coba tanya ke front office, lalu aku datang ke sini” jawabnya.
“Bagaimana kamu yakin bahwa aku ada di kamar?” tanyaku kembali.
“Aku tidak yakin, tapi aku coba, ternyata kamu ada” jawabnya lagi.
“Aku sangat kaget melihatmu di ruang meeting tadi, tak kusangka bahwa negosiasi itu dengan kamu Vir.., kalau aku tahu bahwa kamu yang akan aku temui, aku pasti tolak tawaran mereka” Nini membuka topik.
“Aku mewakili perusahaan, harusnya aku yang lebih kaget kamu ada di sana tadi, jadi tolong ceritakan yang sebenarnya” sahutku.
“Pak Anthony minta bantuan aku untuk menggolkan proyek ini, aku dapat 3%, terserah caranya bagaimana” kata Nini menjelaskan padaku.
Hhmm, 3% cukup besar juga, nilai proyek puluhan juta dollar, maklum proyek infrastruktur telekomunikasi yang sedang in di Indonesia.
Otakku berputar, tidak terpikir rasanya untuk bercinta dengan Nini.
“Kita turun yuk, minum kopi sambil berpikir dan ngobrol sebentar, selintas aku ada rencana lain” kataku, aku ganti pakaian.
Nini tahu bahwa kalau aku sudah serius begitu, aku tidak dapat diganggu maupun dirayu untuk bercinta.
Malahan Nini selalu berusaha membantu aku bertukar pikiran untuk memecahkan masalah bersama-sama. Kami turun ke coffee shop dan memesan 2 cangkir kopi.
“Apakah mereka tahu kamu menemui aku sekarang ini?” selidikku.
“Tidak, menurut rencana, besok pagi meeting diundur ke sore dan aku disuruh menemani kamu privately sampai siang, dan menyampaikan bahwa ada 2 persen untuk kamu” kata Nini.
“Seberapa dekat hubungan kamu dengan Anthony?” aku bertanya.
“Tidak dekat, aku dikenalkan oleh sepupuku Deasy, katanya ada boss yang perlu PR untuk menggolkan proyek besar” jawabnya. Wah, Deasy baru meninggalkan kamar ini tadi siang, pikirku.
“Hmm.. Sebenarnya aku tahu harga mereka bisa turun sekitar 14 persen lagi, tapi Anthony mau untung terlalu besar, padahal untuk proyek besar begini, 5 persen cukuplah, toh dia juga nggak kerja, cuma ngurus admin saja, banyakan aku yang kerja nantinya. Mustinya kita dapat 10 persen Ni.., aku juga kan musti setor ke atas..” kataku.
“Dapet 3% aja lebih dari cukup Viir.. Aku bisa berhenti dari sebagian pekerjaanku yang sekarang sementara cari lagi yang lebih bernilai..” kata Nini perlahan.
“OK, besok aku atur dan kamu akan dapat poin bahwa kamu yang berhasil menggolkan proyek ini, sekarang balik yuk, kamu mau pulang atau tidur di atas? Tidur di atas aja deh, temenin aku ya” ajakku.
Nini dan aku tidur tanpa pakaian saling berpelukan di dalam selimut, tanpa ada yang mencoba untuk menggoda dan merangsang satu sama lain walaupun kulit kami saling bersentuhan dan buah dada Nini terasa menekan lengan dan dadaku.
Agak penat juga aku berpikir, lalu aku tertidur. Saat aku bangun, sebagaimana normalnya laki-laki, saat bangun pagi terkadang penis sudah dalam keadaan berdiri keras.
Pagi saat itu, di luar masih gelap, kurasakan penisku sudah berdiri dan keras sekali seperti batang kayu ditambah kehangatan terasa mengalir dari tubuh telanjang Nini yang menempel di tubuhku.
Kurasakan Nini masih tidur, kukecup keningnya mesra, matanya terbuka dan tersenyum, kepalanya menengadah mengecup pipiku mesra sekali.
“Good morning darling, sleep well?” dia bertanya.
Aku tak menjawab, tapi kudorong sedikit tubuhnya sampai telentang, lalu aku berlutut merebahkan kepalaku di dadanya sambil memeluknya.
Nini melingkarkan satu tangannya di leherku. Mesra sekali kami berdua. Perlahan aku kecup keningnya, matanya, hidung, pipi lalu bibirnya.
Saat bibir kami bertemu, rupanya dorongan birahi yang telah terpendam sejak kemarin terasa mau meledak, seketika itu pula Nini menyambar bibirku dam menciumku dengan permainan bibir, lidah dan mulut yang luar biasa nikmatnya.
Nini memang seorang ahli dalam bercinta. Tangannya yang lain meraba penisku yang sangat keras lalu dikocoknya perlahan.
“Hmm.. Penis kamu sangat keras Vir. Lebih keras daripada biasanya, cepat masukin Viirr, aku ingin merasakan kerasnya di dalam vaginaku” desahnya.
“Hmm.. Nggak mau ‘appetizer’ dulu?” bisikku.
“Aku pengen sekarang viir.. Nanti aja ‘dessert’” desahnya lagi.
Aku naik ke tubuhnya, pahanya dibuka lebar, kutempelkan penisku ke vaginanya, kugoyang kiri kanan perlahan agar kepala penisku dapat membuka bibir lipatan vaginanya.
Agak sulit. Terasa bibir vaginanya terbuka sedikit, kudorong perlahan lalu terasa kehangatan dari dalam vaginanya menyelimuti ujung kepala penisku, kudorong terus dengan mantap sambil tetap kugoyang pantatku.
Nini mulai memutarkan pantatnya searah jarum jam beberapa kali, lalu putarannya dibalik menjadi berlawanan arah jarum jam.
Putarannya perlahan-lahan seirama dengan goyanganku.
Dengan begitu aku dapat merasakan pegangan kuat mencengkeram dari vagina Nini di penisku dan Nini pun merasakan sesak dan penuhnya lubang vaginanya saat diisi oleh penisku.
Tidak ada rangsangan untuk mencapai orgasme.
Nini menghentikan putaran pantatnya, aku pun berhenti tapi kudorong penisku sedalam-dalamnya di vagina Nini sampai ujung kepala penisku terkena sesuatu.
Nini mulai menggerakkan vaginanya seakan memijit seluruh batang penisku. Sungguh kuat otot bawah perut Nini meremas penisku.
Setiap kali Nini melepas pijitan vaginanya, kukedut otot keggelku perlahan hingga terasa penisku makin mengeras di dalam vagina Nini.
“Oohh.. Viirr.., ini yang aku cari.. Enaak sekali Viirr..” Nini menggelengkan kepalanya.
“Vagina kamu juga tiada duanya Ni.. Oocch pijitan vaginamu.. Ennaakk..” bisikku pula.
Makin lama pijitan Nini dan kedutanku makin cepat dan kami mulai menggoyangkan pinggul lagi, makin cepat, pinggul Nini terangkat untuk lebih leluasa berputar semakin cepat seperti gasing.
Aku pun tak kalah bersemangat mengocok vagina Nini, mendorong sedalam-dalamnya hingga Nini berteriak setiap kali kusodokkan penisku dalam-dalam.
Bibir kami berciuman dengan liarnya, lidah mencari lidah, bibir saling menjepit diiringi desahan-desahan menggairahkan. Seakan tiada lelahnya, posisi ini kami pertahankan cukup lama.
“Nini.. Aku hampir keluar..” aku menjerit.
“Keluarin aja Viirr, kita sama sama..” Nini balas menjerit. Tak lama kemudian..
“Oocchh.. Ni.. Aku keluaarr..” teriakku, terasa seluruh tenaga tubuhku mengalir menuju penisku dan terpusat di sana, kutahan sebentar spermaku sampai terkumpul di ujung, lalu kusemburkan yang pertama kuat-kuat sampai terasa aliran sperma melewati saluran kencingku dengan deras.
“Aachh.. Viirr.. Kenceng banget.. Lagi Viirr.. Sembur.. Viirr.. Aku juga keeluuar”
Kusemburkan dengan kuat yang kedua, ketiga, keempat..
Semuanya ada 8 semburan yang makin lama makin lemah. Setiap semburan yang aku lakukan, Nini mengerang sambil mengencangkan pelukannya di leherku sekaligus melakukan pijitan pada vaginanya sehingga penisku seakan diperas agar spermaku habis di vaginanya.
Akhirnya aku ambruk di badan Nini lalu kucium seluruh wajahnya yang berakhir di bibirnya. Penisku masih agak keras, kugeser tubuhku hingga penisku terlepas.
Lalu aku telentang di atas ranjang dan Nini berbalik memelukku, menciumku dan meletakkan kepalanya di dadaku. Tangannya mengelus-ngelus penisku.
“Dessertnya” bisik Nini.
Lalu Nini mulai mencium bibirku dengan hangat, disusurinya bagian dalam bibirku dengan lidahnya, lalu mencari lidahku dan kami saling berciuman kembali dengan panasnya, sementara tangannya meraba dan meremas penisku.
Nini mulai menjilati seluruh daerah leherku lalu ke dada, kedua putingku dihisapnya dan diberi gigitan kecil.
Tubuhnya yang berada di atas tubuhku membuat cairan yang ada di dalam vaginanya terasa meleleh membasahi sekitar perutku.
Nini memutar tubuhnya sehingga posisi kami menjadi 69. Penisku yang belum sepenuhnya berdiri lagi, dijilati mulai dari ujung sampai zakarnya.
Aku tarik pantatnya ingin menjilati vaginanya, tapi Nini menolak sehingga aku hanya dapat memegang bulatan pantatnya saja.
“Ini dessert buat kamu, sayang, nikmatilah” katanya.
Lalu dilanjutkannya jilatannya ke paha bagian dalamku, lututku dihisapnya, lalu makin turun ke betis.
Posisi yang membalik demikian membuat pemandangan yang indah bagiku, vagina dan anusnya tampak jelas di pandangan mataku.
Kupakai jariku untuk meraba anusnya, kembali Nini menepiskan tanganku. Kini lidahnya tiba menjilati permukaan kakiku lalu jari-jari kakiku mulai dikulum dan dihisapnya.
“Nini.. Oocchh.. Gellii.. Nii..” desahku.
Setelah seluruh jari kakiku mendapat giliran, kembali Nini naik ke atas sampai di sekitar selangkanganku.
Nini meminta aku mengangkat pantatku, diselipkannya sebuah bantal yang dilipat lalu kakiku diangkatnya ke atas sehingga pantatku terbuka menantang.
Lidahnya mulai terasa di anusku, dijilati dan ditusuk-tusukkannya ke dalam anusku sementara tangannya mengocok penisku yang telah berdiri tegak.
Nini mengambil posisi berlutut di selangkanganku, ujung penisku mulai dijilatinya dan lidahnya menusuk belahan ujung penisku. Rasanya ngilu dan geli.
Penisku mulai masuk ke dalam mulutnya perlahan sampai akhirnya seluruhnya terbenam.
Kepalanya mulai digelengkan ke kiri dan ke kanan. Jari tengahnya sudah tertanam di anusku, dikocoknya perlahan lahan.
“Ni.. Agak cepet Ni.. Nggak tahan nih..” kataku.
Nini mempercepat kocokan jari dan mulutnya keluar masuk. Malahan melalui gerakan jarinya aku mengetahui bahwa Nini meminta aku mengerakkan pantatku turun naik dengan kasar.
Aku naik turunkan mengikuti keianginannya. Penisku masuk dan keluar dengan cepatnya dan dengan gerakan kasar aku pompa mulutnya sampai bibirnya menyentuh dasar penisku.
Terasa ujung penisku membentur ujung tenggorokannya lalu masuk ke dalam tenggorokannya yang sempit. Terasa nikmat sekali hingga gerakan itu makin mempercepat orgasmeku.
“Nini.. Ennaak sekalii.., aku mau keluuarr Nii..” teriakku.
Akhirnya spermaku menyembur di dalam mulut Nini lalu ditelannya.
Setelah membersihkan penisku dengan lidahnya, Nini bangkit memandang aku, rona yang memancarkan kepuasan terlihat di wajahnya sambil tersenyum.
“Apakah dessertnya sesuai pesanan?” tanyanya.
“Lebih dari pesanan, dapat extra ya. Sekarang aku kirim dessert untuk kamu ya” jawabku sambil kuraba buah dadanya yang indah terjaga bentuknya walaupun Nini sudah berusia hampir di awal kepala 3. Sementara di luar hari sudah mulai terang.
“Dessert buatku nanti malam saja, biar aku penasaran seharian menanti, sekarang kita mandi, aku balik ke Mandarin dulu. Kamu datang jam 10 kan?” tanyanya.
Itulah Nini yang selalu penuh dengan kejutan dan hal-hal baru dalam teknik permainan sex serta caranya menggoda aku sungguh memperlihatkan ciri seseorang yang sangat matang dalam bercinta.
Sampai dengan saat ini, belum pernah aku temui wanita yang dapat secara overall menyaingi Nini dalam bercinta.
Walaupun agak kecewa karena mulutku belum “bekerja”, aku iyakan saja usulnya.
Kami mandi bersama sambil mendiskusikan rencanaku di kamar mandi. Setelah selesai, Nini meninggalkanku kembali ke Mandarin jam 8:30.
Pada jam 10 saat aku tiba di Mandarin, Anthony meminta agar meeting dilakukan pada jam 2 siang karena masih harus meminta keputusan dari US untuk finalisasi harga dan Anthony bilang bahwa Nini akan datang untuk menemani aku sekedar melewatkan waktu.
Aku menolak kendaraan yang disediakan Anthony. Aku pergi dengan Nini menuju Sommerset MRT, kembali ke Westin.
3 Jam kami lewati hanya dengan mengobrol di kamar diselingi dengan lunch yang dipesan melalui room service.
Sengaja kami agak terlambat. Menjelang jam 2:30 sebelum kami kembali ke Mandarin, kami kembali membicarakan masalah proyek ini dan strategi yang akan aku pasang bersama Nini.
Akhirnya pada jam 15 pertemuan dimulai. Pembicaraan cukup alot, terlihat beberapa kali Nini keluar masuk ruangan bersama Anthony.
Pada jam 18:00 Nini masuk dengan kancing depan blousenya bertambah satu yang terbuka. Itu adalah kode yang telah disepakati.
Kesepakatan harga dicapai pada Jam 18:10 dan aku menandatangani MOU bersama Anthony dan sang VP dari US.
Anthony mengundang makan malam, tapi aku tolak dengan alasan ada rencana pertemuan selanjutnya.
Aku kembali ke Westin. Nini mohon pamit untuk kembali ke Jakarta dengan pesawat SQ terakhir jam 9 malam.
30 menit kemudian, pintu kamarku terbuka. Kusambut Nini masuk membawa travel bagnya sambil kukecup pipinya.
Memang pada paginya aku minta dibuatkan kartu kunci satu lagi untuk Nini. Lalu Nini mengeluarkan selembar kertas ber-kop perusahaan Anthony, di bawahnya ditandatanganinya di atas sebuah meterai.
Kubaca isinya.., ternyata angkanya melebihi strategi yang telah kami pasang, rupanya Nini telah melakukan negosiasi tersendiri dengan manis hingga membuat Anthony mau tidak mau mengikutinya.
Kami berpelukan berciuman dengan gembiranya. Aku ajak Nini mandi sama-sama, lalu kami makan malam di puncak gedung hotel Westin ini, sebuah revolving restoran.
Dari situ kami menikmati pemandangan kota Singapore waktu malam dan melihat ke semua arah karena restoran itu berputar 360 derajat perlahan-lahan.
Nini sangat cantik malam itu, mengenakan gaun malam, rok lebar panjang hitam sampai lutut.
Atasnya warna hitam juga dengan belahan bentuk V di depan dan belakang sampai mendekati pusarnya memperlihatkan bagian dada dan punggungnya yang tidak ada lapisan apa pun lagi di dalamnya
Kami duduk berhadapan ditemani sebuah lilin terpasang di meja kami dengan diiringi sajian musik live hingga menambah suasana romantis yang tercipta sambil menikmati makanan yang kami pesan.
Saat kami selesai dengan makanan kami, seorang waitress mendatangi kami.
“Sir, Maam, what would you like for dessert, coffee or maybe ice cream for you maam” katanya.
“A cup of coffee for me please, and you.. Ni” jawabku sekalian aku tanya Nini.
“Just a cup of tea for me, I will have another great dessert after this..” kata Nini sambil mengerlingkan matanya padaku.
Waktu waitress itu pergi..
“Is that right darling?” lanjut Nini dengan memandangku penuh gairah.
“You’ll got it, no question about that, don’t worry honey, but for my appetizer, do you mind, to take off your panty” pintaku.
“I dont have it now” jawabnya santai.
“Whaat?” kataku sambil tersenyum.
Lalu aku pindah duduk ke sebelahnya, kupeluk punggungnya.
Nini tahu maksudku, digesernya duduknya sedikit ke depan memberi ruang pada tanganku untuk mengelus punggungnya, lalu tanganku menyusuri pinggangnya sampai ke bulatan pantatnya.
Tidak ada tali atau batas CD di sana. Aku masih penasaran, kutaruh tanganku di pahanya. Nini menarik tanganku mendaki ke arah vaginanya dari balik roknya yang lebar.
Jariku menyentuh bulu-bulu halusnya. Ternyata benar bahwa Nini tidak memakai CD.
“Honey, gairahku yang sudah di puncak sudah aku tahan seharian sampai sekarang ini, jadi kalau patung singa itu terlihat lagi dan kita masih duduk di sini, aku akan minta dessert yang kamu janjikan di kursi ini saja. Berani nggak?” tantangnya sambil menunjuk ke arah patung singa jauh di bawah yang menjadi lambang kota Singapura.
“OK, kita lihat saja nanti” jawabku.
Kopi dan teh telah diantar, kami masih santai dan mendengarkan musik jazz yang dialunkan oleh kelompok musik lokal, tetapi tangan Nini menjalar di paha dan penisku.
Untung saja posisinya di bawah meja jadi tidak banyak orang yang melihat. Akhirnya aku minta bon untuk aku tanda tangani dan mengajak Nini keluar dari restoran itu.
“Patung singa belum terlihat lho” bisik Nini sambil menggandeng lenganku, buah dadanya yang kenyal menekan lenganku.
“Mumpung habis minum kopi panas-panas, jadi lidahku bertambah panjang he he..” gurauku.
“Asyiik dong” katanya riang.
Kami kembali kekamar jam 23:30, lalu aku memasang radio di kamar dengan musik slow.
Seperti kemarin, lampu aku matikan, gorden aku buka semua, tapi pintu ke balkon masih aku tutup.
Aku ajak Nini berdansa, kutaruh kedua tanganku di pinggangnya, Nini mengalungkan tangannya di leherku, dengan gemulai Nini mengikuti gerak langkahku berdansa di ruangan itu.
Kepalanya disandarkan di dadaku, terasa kedua bukit buah dadanya menekan dadaku.
Penisku bergerak menegang, Nini merasakan itu karena bawah perutnya menekan penisku, sebelah kakinya diselipkan di antara kakiku dan menekan penisku.
Nini menegadahkan kepalanya. Aku cium lembut bibirnya, Nini membalas ciumanku dengan lembut pula.
Kuelus punggungnya, kususupkan tanganku ke balik bajunya di bagian punggung dan menyentuh pangkal buah dadanya. Nini menggelinjang pelan.
Lalu kubawa Nini mendekati pintu keluar balkon, perlahan kubuka pintunya dan kami melangkah keluar berpelukan di luar balkon.
Kuangkat tanganku ke bahunya dan kugeser kain yang tergantung di bahunya ke pinggir hingga menyebabkan baju atasnya jatuh menggantung di pinggang.
Nini diam saja, malah ciumannya semakin menggairahkan, lidahnya mulai memasuki mulutku mencari lidahku.
Kuraba dadanya yang kenyal, kuremas remas dan putingnya kupencet perlahan.
“Oocch Vir.. Cumbu aku viirr.. Aku kehausan viirr..” desahnya dari bibir sexynya.
Tanganku mendapatkan kaitan rok dan ritznya di pinggir, perlahan kubuka dan roknya jatuh ke lantai, lalu kuangkat baju atasnya melewati kepala, tinggallah Nini telanjang bulat di balkon berdua denganku yang tinggal memakai CD karena Nini pun sudah membuka kemeja dan celanaku.
Kusandarkan Nini di balkon, kepalaku mulai menunduk menjilati seluruh bagian leher dan tengkuknya, kulanjutkan bagian ketiaknya lalu hinggap di buah dadanya dan kuhisap putingnya agak kencang.
“Viirr.. Terus Viirr.. Teruuss.. Aacchh..” desah Nini.
Kulanjutkan perjalanan lidahku menuju pusatnya melewati pusarnya. Aku temukan clitorisnya yang telah membesar, kujilat clitorisnya, kujepit dengan bibirku dan kutekan-tekan dengan lidahku.
“Viirr, ennaakk, terruss Viirr.. Tekaann..” Nini menekankan kepalaku ke clitorisnya.
Kuangkat sebelah kakinya lalu kuletakkan di pundakku, vaginanya terlihat basah menantang.
Kujilat ringan bibir vaginanya lalu kucari belahannya dan kumasukkan lidahku dalam-dalam, kuputar lidahku menyapu dinding vaginanya.
“Oocchh.. Lidahmu ennaakkch Viirr.., lebih dalam lagi Viirr..” desahnya.
Aku semakin bersemangat, kujulurkan lidahku sebisanya ke dalam vaginanya, jariku merayap di anusnya dan kudorong memasuki anusnya.
Kusedot agak kuat vaginanya sambil tetap lidahku mengorek di dalam vaginanya.
“Viirr.. Aach.. Aku hampir keluar..” teriaknya. Kupercepat kocokan jariku di anusnya hingga Nini berteriak kuat.
“Akuu keelluar.. Kelluarr.. Aacchh.. Eennaakk..” teriak Nini sekencang-kencangnya di udara terbuka seperti itu.
Langsung aku hisap vagina Nini kuat-kuat sambil mendorong jariku di anusnya dalam-dalam lalu aku diamkan.
Badan Nini bergetar kencang menikmati orgasmenya di lantai 66 tersebut. Lalu aku tuntun Nini masuk dan berbaring di ranjang.
“Uucch.. it’s the best ‘dessert’ i ever have” katanya sambil tetap matanya terpejam.
“Is that a dessert or an orgasm” kataku.
“That is a dessert as I asked you before” jawabnya.
Malam itu kami melanjutkan penumpahan nafsu birahi yang meledak-ledak dari dalam tubuh kami seakan tiada habisnya sampai pagi.
Kami baru bangun tidur pada jam 12 siang, lalu sorenya pulang ke Jakarta. Sebelum kamar kutinggal, kutengok balkon kamar itu sambil tersenyum.
Hhmm, 2 wanita telah kubuat terkapar orgasme di sana dalam 3 malam, mengapa tidak genap 3 sekalian saja ya?
Nini berangkat lebih dulu, baru 1 jam kemudian aku menyusul dengan pesawat SQ yang jam keberangkatannya berbeda.
Sesampai di Jakarta aku langsung ke rumah Nini dan baru pulang esoknya hari Sabtu.
Dan sampai sekarang aku lupa memberitahunya bahwa aku telah bertemu Deasy sehari sebelum bertemu dengannya di Singapore.
Beberapa minggu kemudian, perusahaan tempatku bekerja menandatangani kontrak pembelian itu dan membayar uang muka.
Bulan depannya Nini menanyakan nomor rekening bankku karena dia akan mentransfer bagianku yang merupakan bagian dari uang muka.
Sebetulnya aku ingin menolak, tapi aku kan harus setor juga ke beberapa atasanku. Begitulah memang Indonesia.
Akhirnya Anthony menepati keseluruhan deal dari yang telah ditandatanganinya saat seluruh pembayaran dari kantorku selesai setahun kemudian dan saat itu bertepatan dengan awal krisis ekonomi dimana nilai tukar dollar melambung tinggi.
Hubunganku dengan Nini semakin erat saja. Beberapa bulan setelah kejadian di Singapore, Nini memenuhi tekadnya untuk berhenti dari sebagian pekerjaan yang digelutinya selama itu.
Memang, business is business, sex is sex, bagiku itu adalah dua hal yang berbeda dan bertentangan kutubnya.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,